5 Oktober 2014

Kresna Maling

Oleh SUJIWO TEJO

Kresna Maling
Akhirnya Mbak Mega dan Pak SBY ndak ketemu baik di Teluk Bayur, di Pantai Pattaya, atau di mana pun. Ini tak cuma ngaruh ke tumpeng koalisi. Tak kesampaiannya pertemuan agung itu juga berdampak luas. Misalnya, pernikahan antara Soleh dan Soleha batal gara-gara Soleha hatinya panas. Entah ketularan siapa, gengsi Agnes Soleha Pangestu ujuk-ujuk lebih menjulang daripada Gunung Semeru ditumpuki Gunung Arjuna.

“Lha kok enak tenan laki-laki si Surya Dharma Soleh itu cuma modal dengkul dapetin aku," batin Soleha. "Gedung nikahan aku yang mbayari. Catering aku sing nanggung. Semua pakai duitku, duit yang aku celengi rupiah demi rupiah selama 10 tahun kerja jadi sekretaris. Terserah orang mau bilang apa nek mendadak pernikahan ini kubatalkan. Mau dibilang gengsiku selangit, kek, atau apa kek, aku ndak patheken..."

Sebenarnya ndak ada yang kasak-kusuk bahwa gengsi Agnes Soleha mendadak selangit di atas Gunung Semeru, apalagi selangit di atas Gunung Puncak Carstenz di Papua. Sassus ponokawan Limbuk dan Cangik lain. Rasanan mereka, Soleha Pangestu mungkin ketularan Mbak Mega.

Ponokawan Gareng kontan membantahnya. Alasan sulung ponokawan itu, bila Agnes Soleha Pangestu bisa disama-samakan dengan Mbak Mega, maka Surya Dharma Soleh sebagai calon pasangannya harus bisa disama-samakan dengan Pak SBY. Padahal tidak, Surya Dharma Soleh tak berkata seperti Pak SBY berkata-kata, “Tuhan belum mengizinkan saya bertemu Bu Mega.”

Jangankan berkata-kata, wong keberadaan Surya Dharma Soleh di mana saja tak diketahui pasca Agnes Soleha mengumumkan pembatalan nikah.

***

Gedung dan catering yang sudah dilunasi tak sia-sia. Auditorium tipe klasik yang kapasitasnya 2.000 orang dan manggon di jantung kota itu akhirnya dimanfaatkan oleh suatu panti asuhan untuk menggalang dana. Oleh Agnes Soleha Pangestu, pemilik yayasannya ditawari gedung dan catering tak terpakai itu saat keduanya bertemu di lapangan golf.

"Wah, mulia sekali hatimu, Jeeeeeng....," puji pemilik yayasan. "Perempuan-perempuan lain itu kalau ndak jadi nikah methuthuk terus di kamar... Ini Jeng Soleha malah tetap gahol dan masih peduli pada kemanusiaan... Matur nuwun lho, Jeng. Semoga Tuhan ngijabahi..."

Hasil malam dana itu memang fantastis! Karena gedungnya bagus, makanannya bermutu dan tempatnya di lokasi strategis, banyak calon-calon donatur datang. Panitia malah kewalahan mencari tambahan kursi. Dana yang tergalang pun berlipat-lipat dari biasanya ketika mereka cuma mampu bikin acara di tempat kecil pinggiran kota dekal terminal.

Dari dana yang tergalang, panti asuhan tersebut tidak saja mampu memperbaiki kamar-kamar penampungan. Mereka bahkan bisa membangun gedung pertunjukan yang bisa menyelenggarakan pentas reguler. Senin dan Selasa pentas ludruk. Rabu-Kamis ketoprak. Jumat-Sabtu pentas wayang. Meriah. Penonton selalu full. Ini sudah berjalan tujuh tahun sejak malam penggalangan dana yang fantastis di malam Hari Raya Kurban itu.

***

Lakon wayang malam Sabtu itu Kresna Maling. Sedikit lucu. Umur pemerannya maksimal 14 tahun, padahal karakter-karakter dalam lakon bukanlah anak-anak ABG. Prabu Bismaka raja Kumbina, misalnya, itu kira-kira seusia Pak Jusuf Kalla. Kresna, raja Dwarawati, kira-kira seusia Mas Muhaimin Iskandar.

Walau tata riasnya sudah ditua-tuakan, vokal tak bisa menutupi keremajaan mereka. Ini yang bikin lucu. Sudah lucu karena ABG memainkan orang tua, ceritanya sendiri itu pun sudah lucu.

Prabu Bismaka yang didampingi patihnya Raden Bisawarna malu luar biasa kepada para tamu perhelatan pernikahan putrinya, Dewi Rukmini. Putrinya yang titisan dewi kesuburan yaitu Dewi Sri itu ternyata hilang menjelang dipertemukan dengan calon suaminya. Prabu Cedya dari Kerajaan Cedi.

Dugaan Bisawarna, malingnya Kresna. Soalnya, titisan Wisnu itu semula kelihatan di antara hadirin lalu seolah walk out bersamaan hilangnya Dewi Rukmini. Dugaan hulu balang ini diperkuat oleh saksi-saksi di perbatasan.

"Saya melihat laki-laki yang pintar bicara membawa Gusti Ayu Dewi Rukmini. Tapi petugas tapal batas tak berdaya. Dia membunuh mereka, lalu menaburi kembang. Tak lama kemudian para penjaga itu hidup lagi, tapi Dewi Rukmini dan bajingan itu sudah jauh..."

"Nah, itulah Wijayakusuma, bunga yang sanggup menghidupkan orang mati,” sahut Bisawama. "Itulah kembang surga yang hanya dimiliki Sri Kresna!"

***

Prabu Bismaka sangat maklum. Pihaknya tak bakal mampu mengganyang Kresna. Ia gunakanlah siasat. Ia pakai Pandawa. Sayang, rata-rata Pandawa menolak menghadapi seniornya sendiri. Tak putus asa, Bismaka mendekati Bima. Bima yang selalu polos dan lugu dalam membela kebenaran langsung setuju.

"Bima, Adikku, sadarlah, bila Dewi Rukmini tak diculik oleh Kresna, akan menikah dengan orang yang tidak tepat, malah dari tangan Cedya akan jatuh ke tangan Pandita Durna yang juga mengincar Rukmini," Yudistira selaku kakak Bima mengingatkan.

"Hmmmm... Itu bukan urusanku. Maling ya tetap maling. Salah. Harus kuhajar. Aku prajurit Sapta Marga. Apalagi ini hari jadinya, 5 Oktober..."

Akhirnya seluruh Pandawa mendukung Bima. Bersamaan dengan dukungan itu datanglah utusan Kresna. Dia memohon bantuan Pandawa guna menghadapi bala tentara Prabu Bismaka. "Waduh," Arjuna mumet. "Kami sudah telanjur sanggup untuk membantu Prabu Bismaka, Kisanak..."

Dalam pertempuran melawan Kresna yang dibantu oleh kakaknya, Baladewa, Pandawa akhirnya mati semua.

Ketika seluruh Pandawa hidup lagi, Yudistira diwawancarai wartawan, "Diminta membantu Kresna, kamu tak mau. Apa kamu yakin bahwa Kresna tak perlu bantuan karena dia sudah sakti? Atau kalian akan kalah juga melawan Kresna, akan mati juga, tapi yakin akan dihidupkan lagi oleh kembang Wijayakusuma?"

Yudistira tersenyum. Ia akan berkata-kata tapi dipotong oleh kemunculan MC, "Para penonton wayang bocah Gitanyali, mohon maaf lakon wayang orang kami potong sejenak untuk menyampaikan pengumuman: Kami sangat mendapat kehormatan bahwa malam ini pementasan kami dihadiri oleh Bapak Surya Dharma Soleh dan Ibu Agnes Soleha, orang yang sangat berjasa kepada kami..."

Soleha mencari-cari di manakah Soleh duduk. Soleh pun, yang penampilannya kini sudah berwibawa dan tajir, mencari-cari di manakah Soleha duduk. Penonton dan rombongan wayang orang turut menyaksikan keduanya celingukan mencari-cari. Lalu entah karena apa, gamelan spontan melantunkan Kodok Ngorek seperti lazimnya musik untuk mantenan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan bijak