26 Oktober 2014

Mengejar Inspirasi

Oleh A.S. LAKSANA

Mengejar Inspirasi - Ruang Putih
Saya pikir Anda perlu mendapatkan dan menonton film dokudrama berjudul Little Red Wagon. Itu film yang dibuat berdasar pengalaman nyata seorang bocah bernama Zach Bonner. Jika tidak menemukannya di tempat penjual DVD terdekat. Anda mungkin bisa mendapatkannya di internet. Berkat para penganut Kopimisme (ejaan aslinya: Kopimism), agama terbaru di muka bumi, kita bisa mendapatkan banyak hal di internet -e-book, film, aplikasi, dan berbagai informasi lain- secara gratis.

Agama itu lahir di Swedia, sebuah negara yang orang-orangnya sebetulnya sudah tidak terlalu peduli dengan agama. Menurut polling terbaru, hanya 17 persen penduduknya yang menganggap penting keimanan. Dalam beberapa tahun terakhir, Swedia adalah sarang para pembajak online dan aktivis anti-hak cipta. Dan, Kopimisme muncul tepatnya di Uppsala, sebuah kota kuno di Swedia yang telah menyaksikan riwayat para jemaat dari masa ke masa.

Di zaman kuno, Uppsala adalah pusat para jemaat pagan dan memiliki kuil tempat pemujaan dewa-dewa bangsa Skandinavia. Di abad pertengahan, ia menjadi benteng Kristen. Hari ini, ia melahirkan Kopimisme dan menjadi tempat tinggal Isak Gerson, imam besar agama tersebut, seorang pemuda 22 tahun, cerdas, sopan, dan dua tahun lalu masih menjadi mahasiswa filsafat.

Riwayat agama ini diawali dari terbentuknya sebuah kelompok lobi pada 2001, yang menyebut diri Antipiratbyran (Biro Anti Pembajakan). Tujuannya adalah memerangi pelanggaran hak cipta. Berdirinya Antipiratbyran disambut dua tahun kemudian, pada 2003, dengan munculnya sebuah gerakan perlawanan yang menamakan diri Piratbyran atau Biro Pembajakan. Gerakan terakhir itu mengampanyekan penyebaran informasi gratis.

Pada 2003 itu juga Piratbyran menciptakan sebuah situs web yang disebut The Pirate Bay yang cepat terkenal sebagai sumber untuk mengunduh e-book, film, acara TV, dan pelbagai perangkat lunak -semuanya gratis.

Gerakan mendukung pembajakan itu semakin gencar. Pada 2005, Ibrahim Botani, seorang imigran Kurdi dan tokoh sentral di Piratbyran, merancang semacam logo yang disebut "kopimi" –yang nantinya menjadi simbol agama Kopimisme. Pada 2006 berdiri Partai Pembajak Swedia, sebuah partai politik yang program utamanya adalah reformasi undang-undang hak cipta dan paten. Gerson merupakan anggota aktif partai tersebut. la mengelola sayap politik di kalangan pemuda.

Partai politik para pembajak itu sekarang memiliki dua kursi di parlemen, sementara para simpatisannya terus mengajukan permohonan kepada pemerintah agar diakui sebagai agama. Permohonan mereka akhirnya disetujui pemerintah Swedia pada 2012. Maka, resmilah Kopimisme sebagai agama dan Isak Gerson menjadi imam besarnya. Dalam sebuah wawancara Isak mengakui bahwa mereka memercayai informasi adalah suci. Kuil pemujaan mereka adalah server komputer. Peribadatan mereka adalah mengopi dan membagi-bagikan informasi. Dan, The Pirate Bay tetap menjadi situs andalan mereka. Mengenai tindakan mereka yang berbenturan dengan undang-undang hak cipta, Gerson mengatakan secara enteng. "Itu artinya, mereka yang mengakui undang-undang hak cipta tidak bisa menjadi jemaat kami.”

Itu sekelumit kisah tentang Kopimisme. Selanjutnya, karena hidup perlu inspirasi, sebagaimana menulis perlu inspirasi, dan menurut penulis Jack London inspirasi tidak bisa ditunggu tetapi harus dikejar dengan pentungan di tangan, saya menuruti nasihat tersebut. Saya mengejar inspirasi, menyiapkan laptop (namun tidak membawa pentungan untuk menghajar laptop saya), dan saya menemukan perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan anak-anak.

Yang pertama adalah kisah Atticus Seng, anak 9 tahun, yang sepedanya dicuri dari tempat parkir sekolahnya. Ia sedih, namun keajaiban datang kepadanya melalui para siswa SMA di Fresno, California. Para siswa SMA itu mendengar tentang nasib buruk Seng dan mereka mengumpulkan derma, mendapatkan 360 dolar, dan membelikan untuk Seng sebuah sepeda yang sama dengan miliknya yang dicuri.

Inspirasi berikutnya datang dari dua remaja putri Australia yang mengumpulkan buku-buku bagi anak-anak Aborigin di daerah terpencil. Mereka percaya bahwa setiap orang berhak mendapatkan kesempatan untuk membaca dan memiliki akses terhadap berbagai buku. Lalu, keduanya mendatangi penerbit, para penulis, sekolah-sekolah, individu, dan berbagai lembaga untuk mereka minta sumbangan buku. Dengan upaya itu, mereka berhasil mengumpulkan 36.000 buku, baik buku baru maupun bekas.

Inspirasi berikutnya lagi datang dari Zach Bonner, nama yang sudah Anda baca di awal tulisan ini. Zach adalah seorang anak yang rasa kasihnya berkobar-kobar terhadap anak-anak gelandangan. Simpatinya itu mulai muncul sejak ia berumur 6 tahun.

Kisah Zach saya tonton dalam film Little Red Wagon, yang saya dapatkan dari internet berkat jasa para penganut Kopimisme.

Badai Charley menghantam wilayah dekat rumahnya di Tampa, Florida, pada 2007. Zach baru 7 tahun saat itu dan ia menyediakan wagon merahnya sebagai tempat penampungan bagi mereka yang kehilangan tempat tinggal dan mendatangkan air bersih untuk mereka.

Setelah peristiwa itu, Zach mendirikan Yayasan Little Red Wagon yang berfokus membantu anak-anak gelandangan. Ada 1,3 juta anak gelandangan yang tinggal di Amerika Serikat. "Mereka tidak punya rumah, mereka tidak memiliki tempat yang aman untuk tidur di malam hari," kata Zach. "Mereka berkeliaran di jalan-jalan bukan karena ingin seperti itu, tapi karena itu di luar kehendak mereka."

Banyak tindakan luar biasa yang telah dilakukan Zach untuk membuat orang-orang peduli terhadap anak-anak gelandangan. Dan, pada 2007, ketika usianya baru 10 tahun, Zach memulai proyek tiga tahap yang ia namai "Dari Rumah ke Gedung Putih”. Itu adalah proyek jalan kaki yang bertujuan mengumpulkan uang dan membuat orang-orang peduli terhadap anak-anak gelandangan. Tahap pertama, 2007, ia berjalan sepanjang 280 mil dari Tampa ke Tallahassee, Florida. Tahun berikutnya, ia melanjutkan sejauh 250 mil dari Tallahassee ke Atlanta, Georgia. Tahap ketiga, ia berjalan kaki sejauh 668 mil dari Georgia ke Washington DC.

"Perjalanan 1.000 mil,” katanya, “Selalu dimulai dengan satu langkah. Kebanyakan orang tidak sanggup berjalan 1.000 mil atau 2.500 mil, tapi arti sebenarnya dari jalan kaki saya adalah untuk membuktikan bahwa kita semua perlu mengambil langkah pertama untuk melakukan sesuatu yang besar. Jika saya bisa membantu satu anak gelandangan saja, saya berharap bisa melakukannya hingga tuntas."

Seusai proyek "Dari Rumah ke Gedung Putih", Zach mengerjakan proyek lain untuk berjalan kaki keliling Amerika. la melakukannya dari 23 Maret hingga 14 September 2010, berjalan kaki sejauh 2.448 mil dari Tampa ke Los Angeles. Usianya saat itu 13 tahun.

Kabar terakhir tentang Zach: Pada 2013, ia tinggal di luar rumah selama tujuh hari hanya dengan kardus dan sleeping bag. Dengan tindakannya itu, ia berhasil mengirimkan ke panti gelandangan 6.000 kaleng makanan hasil sumbangan orang-orang.

Sebetulnya kita di sini juga memiliki orang-orang yang melakukan tindakan jalan kaki seperti Zach. Saya pernah menyaksikan film dokumenter tentang orang yang berjalan kaki dari Sidoarjo menuju Jakarta untuk memprotes bencana lumpur Lapindo. Sayang, sesampai di Jakarta ia malah meminta maaf secara terbuka kepada Pak Ical Bakrie dan kemudian tidak pernah kembali ke kampung halamannya.

Pak Amien Rais juga pernah menyampaikan kaul untuk berjalan kaki dari Jogjakarta menuju Jakarta jika Pak Jokowi memenangi pemilihan presiden. Sekarang kita sedang menunggu apakah ia akan menepati kaulnya atau merasa tidak perlu menjalankannya. Tetapi, saya tidak peduli akan hal itu. Kalaupun susah mendapatkan inspirasi tentang kebaikan dari dalam negeri, saya bisa mendapatkannya dari tempat-tempat lain dan dari orang-orang lain –termasuk dari kanak-kanak seperti Zach.


Akun twitter: @aslaksana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan bijak