28 September 2014

Surat untuk Pak Jokowi

Surat Untuk Pak Jokowi
Oleh A.S. LAKSANA

Pak Jokowi yang baik,

Saya sepakat dengan pernyataan Anda bahwa harapan rakyat adalah ingin hidup lebih baik ingin hidup lebih sejahtera. Itu kalimat yang Anda sampaikan paling awal dalam debat antar kandidat yang pertama. Saya hanya menonton debat yang pertama itu dan tidak mengikuti debat-debat berikutnya. Anda tidak menyebutkan apa harapan Anda, semoga karena Anda berpikir bahwa yang lebih penting adalah harapan rakyat. Lalu, tentang demokrasi, Anda menyampaikan pandangan bahwa demokrasi adalah mendengar suara rakyat dan melaksanakannya.

Saya menulis surat ini karena ingatan atas pernyataan tersebut dan saya berharap Anda juga selalu ingat apa-apa yang telah Anda sampaikan. Kebanyakan orang, terutama politisi, tidak ingat lagi ucapan mereka sendiri. Dan politisi buruk biasanya memang pelupa.

Orang-orang, yang saya kenal maupun tidak, membicarakan sejumlah hal seusai debat itu, termasuk meresensi penampilan Anda. Beberapa di antara mereka saya dengar mengatakan bahwa Anda kurang keren berbusana jas. Saya pikir tak ada masalah dengan itu. Lagi pula, rakyat memilih Anda bukan dengan pertimbangan apakah Anda pantas atau tidak pantas mengenakan jas. Kebanyakan orang Indonesia, Anda tahu, memang tidak pantas mengenakan jas. Saya termasuk yang tidak pantas dan selalu merasa tidak nyaman dengan mengenakan busana tersebut.

Beberapa waktu setelah itu, kawan-kawan yang kecewa terhadap jas Anda lantas memuji penampilan Anda saat berpidato singkat di kapal menyambut pengumuman KPU. Menurut mereka, Anda tampak gagah dengan kemeja batik. Saya setuju kepada mereka dan saya teringat Nelson Mandela. Presiden Afrika Selatan itu (semoga senantiasa damai di peristirahatan abadinya) adalah orang besar yang selalu mengenakan batik dalam kunjungan-kunjungannya ke negeri tetangga, atau ke acara-acara resmi para pemimpin dunia, atau ketika menghadiri sidang PBB. Saya senang Nelson mengenakan batik Indonesia. Dia figur yang sangat dihormati oleh para pemimpin dari negara-negara lain dan dia mengenakan batik ke mana-mana.

Saya pikir mestinya ada media kita yang mewawancarai dia tentang batik kenapa dia memilih batik, dan kenapa batik Indonesia. Dia bahkan lebih percaya diri mengenakan batik dibandingkan dengan para pemimpin Indonesia. Pak Jusuf Kalla punya cerita menarik tentang hal itu dan beruntunglah Anda karena sekarang dia mendampingi Anda sebagai wakil presiden.

Terus terang, membahas batik sesungguhnya lebih menyenangkan bila dibandingkan dengan membicarakan tabiat politisi. Saya tidak ingin membahas mereka. Saya tidak peduli sepenting apa mereka saat ini. Saya tahu bahwa mereka sudah menerbitkan keresahan dengan meloloskan RUU Pilkada tak langsung, yang menimbulkan reaksi sengit di tingkat bawah, dan orang-orang yang kecewa menganggap mereka telah merampas hak rakyat untuk mendapatkan pemimpin yang mereka pilih sendiri secara langsung.

Para politikus selalu begitu karena mereka politisi. Mereka jarang sekali memberikan kegembiraan kepada orang banyak.

Namun, sekarang ini saya tidak peduli apakah kepala daerah akan dipilih langsung oleh rakyat, atau oleh orang-orang seperti Haji Lulung dan kawan-kawan di DPRD. Bahkan, saya tidak peduli sekiranya dia ditunjuk langsung oleh Tuhan. Saya lebih peduli bahwa orang Indonesia mampu menulis dengan baik, bisa melahirkan cerita-cerita yang baik bisa melahirkan pemikiran-pemikiran yang cerdas. Saya lebih peduli bahwa di setiap desa ada perpustakaan. Sebab, mal membuat saya tampak bodoh dan Indomaret dan Alfamaret dan Seven Eleven berceceran di mana-mana -membosankan dan mematikan.

Saya sampaikan hal itu karena politik sudah keterlaluan menjijikkan dan merampas kesadaran kita dan menggiring kita ke situasi tegang dan gelap. Apa yang mereka kehendaki sebenarnya? Alih-alih memperhatikan rakyat, mereka malah membuat tingkah agar selalu diperhatikan.

Pak Jokowi, jika suatu saat Anda kerepotan menghadapi para politikus yang semacam itu, ingatlah bahwa rakyat banyak selalu berada di belakang Anda. Mereka telah memilih Anda dan mereka adalah kekuatan Anda. Banyak di antara mereka sanggup membela Anda, mengongkosi sendiri dukungan mereka terhadap Anda, dan mereka hanya berharap bahwa pemerintahan sekarang ini lebih mau mendengar suara mereka.

Saya beruntung membaca pengalaman-pengalaman mereka. Bersama empat kawan saya, Linda Christanty, Seno Gumira, Hilmar Farid, dan Madiyah Chamim, saya diminta menjadi juri lomba menulis pengalaman menjadi relawan Jokowi-Jusuf Kalla. Dari apa yang mereka tulis, kami bisa tahu betapa sungguh-sungguh mereka membela pilihan mereka terhadap Anda dan Pak JK. Mereka adalah anak-anak sekolah yang baru pertama memilih; tukang sablon kaus yang menawarkan sablon gratis untuk gambar Jokowi-JK; seorang nelayan di wilayah terluar negeri kepulauan ini yang rela mendayung perahu dari pulau kecil ke pulau kecil lainnya untuk mengabarkan, dengan rasa bahagia, pemikiran tentang kemaritiman; juga para ibu dari etnis Tionghoa yang selama ini merasa harus menahan diri untuk tidak ikut-ikut terlibat dalam urusan politik. Mereka melakukan apa yang mereka bisa, mereka menyumbangkan uang atau apa yang mereka punya.

"Pengalaman kerelawanan mungkin hanya sekali dalam hidup dan tak akan pernah terulang lagi," kata Hilmar Farid.

Mungkin demikian. Dan pemilihan presiden yang baru lalu memberi mereka pengalaman kerelawanan yang sangat mengudak-udak emosi dan sekaligus membahagiakan.

Anda tahu, Pak Jokowi, jika seorang pengusaha menyumbang satu miliar rupiah untuk kandidat yang mereka pilih, itu mungkin hanya bagian kecil dari uang mereka. Namun, seseorang yang menyumbang 50 ribu rupiah, mungkin jumlah itu adalah separo dari total uang yang dia miliki hari itu.

Dan orang-orang kecil yang mendukung mereka itu bukan politisi. Mereka tidak mendukung Anda dengan pertimbangan-pertimbangan politis. Mereka memilih Anda karena berharap bahwa negara ini bisa memiliki pemimpin yang mau mendengar suara mereka. Mereka memilih Anda karena ingin melihat negara ini menjadi ruang hidup yang lebih baik bagi semua warganya.

Para politikus nyaris tidak memiliki harapan seperti itu.

Terakhir, saya ingin bicara jujur mengenai apa yang saya yakini tentang para politikus kita. Saya percaya bahwa sesungguhnya kebanyakan politisi membenci Anda karena karir politik Anda melesat begitu cepat. Kebanyakan di antara mereka mungkin merasa lebih hebat dan lebih mumpuni ketimbang Anda. Para pembenci itu bisa ada di kubu lawan bisa ada di kubu Anda. Namun, di mana pun posisi mereka, saya yakin mereka adalah gangguan.

Selain mereka, sebagian dari kelas menengah di Jakarta, dan orang-orang yang merasa diri intelektual, juga menganggap rendah Anda. Mereka mungkin malu memiliki presiden seperti Anda. Mereka barangkali tidak memilih Pak Prabowo, tetapi juga tidak rela Anda menjadi presiden.

Yang percaya sepenuhnya kepada Anda adalah rakyat jelata, dan jumlah mereka banyak, dan mereka memiliki kesetiaan. Mereka tidak peduli Anda difitnah sebagai anak China atau anak Negro atau anak kelinci, atau kafir, atau komunis, atau liberal, atau apa pun. Maka, jadilah Anda presiden bagi mereka. Salam, A.S. Laksana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan bijak