26 Oktober 2014

Pangeran Kodok

Oleh SUJIWO TEJO

Pangeran Kodok - Wayang Durangpo
Heboh presiden memboyong kodok ke istana menjalar ke mana-mana. Kehebohan ini bagaikan panu yang lekas merantak ke sekujur tubuh. Ia melantak ke seluruh penjuru negeri. Di negeri itu gubernur-gubernur sampai Pak Lurah akhirnya ikutan memboyong kodok ke halaman rumah dinasnya masing-masing. Tujuan mereka sama dan dengan harga mati pula: ingin menikmati musik alami dari kodok-kodok yang dilepas di halaman.

Akibatnya, Petruk yang biasa bermusik siteran di rumah dinas seorang bupati kini lebih sering thenguk-thenguk di rumah. Sudah semingguan ia tidak rutin memainkan alat petik itu bersama seorang pesinden, pemain kendang, pemain slenthem, dan penabuh gong. "Pak Bupati dan tamu-tamu kalau lagi makan malam sekarang hiburannya ya musik kodok di taman belakang itu." tuturnya ke Dewi Undanawati, istrinya.

Artinya, sudah semingguan ini Undanawati tidak dibelanjai suaminya dari uang hasil cokekan, uang hasil bermain gamelan dengan sedikit orang dan dengan perangkat sekadarnya. Tapi keluarga itu bukannya sedih. Petruk malah berbahagia. Apalagi dalam periode menganggur sekarang Petruk punya kenalan baru, Mas Bagus Kodok. Ia seniman asal Solo yang baru bikin geger karena merayakan pernikahannya dengan peri di Ngawi. Dari Mas Bagus Kodok, Petruk jadi tahu puisi-puisi termasuk dongeng-dongeng tentang kodok. la pun jadi tahu bahwa kodok kalau bermain musik punya aturan yang lebih ketat dari orkesnya Addie M.S. maupun Erwin Gutawa.

Suatu malam, sehabis hujan pertama setelah musim kemarau, Petruk diajak Mas Bagus Kodok ke genangan sawah yang penuh ilalang. Ibnu Sukodok yang lebih akrab disapa Mas Bagus Kodok menunjukkan satu kodok yang ditumpaki rame-rame oleh kodok-kodok lain. "Itu hukuman bagi yang ndak kompak main musiknya," kata Mas Bagus Kodok.

Pantas. Saat sedang hanyut terbawa alunan musik kodok, Petruk memang sempat bertanya-tanya kenapa simponi alam itu tiba-tiba mandek. Ternyata gara-gara ada seekor yang iramanya ngaco. Dan ternyata mereka tak hanya berhenti mengalunkan musik. Mereka menggigit-gigit dan menimpa sang pengaco.

***

Tanggapan main musik cokekan di rumah Pak Bupati memang seret. Tapi bukan berarti tak ada alternatif rezeki buat Petruk. Sekarang profesi Petruk beralih menjadi pendongeng buat anak-anak, menggantikan fungsi orang tua.

Maklum, para orang tua negeri itu kini menjadi orang tua yang sibuk seiring dengan semboyan pemimpin baru-nya: Kerja... Kerja... Kerja... Siang malam para orang tua, laki-perempuan, bekerja. Dongeng sebelum tidur dilakukan oleh Petruk dari rumah ke rumah keluarga yang orang tuanya pergi karena kerja... kerja... kerja.

Yang paJing disukai oleh anak-anak di dukuh Petruk, Dukuh Kembang Sore, adalah ketika Petruk menggabungkan lakon pakem tentang Dwi Anjani dan dongeng anak-anak tentang Pangeran Kodok.

Dalam wayang pakem disebutkan bahwa Dewi Anjani mempunyai mainan Cupu Manik Astagina. Perempuan yang kelak menjadi ibu Hanuman ini sangat menyukainya. Agar tak terus-menerus jadi rebutan Anjani bersama saudara-saudaranya, cupu dibuanglah jauh-jauh oleh Resi Gotama, ayah mereka. Cungkupnya menjadi telaga Nirmala. Wadahnya menjadi telaga Sumala, telaga yang mengubah wajah Anjani menjadi monyet, dan mengubah sekujur badan saudara-saudaranya menjadi kera Subali dan Sugriwa.

Lain dengan dongeng Petruk. Setelah dibuang jauh oleh Pandita Agung dari Pertapaan Grastina itu cupu tetaplah cupu. la hanya kecemplung sumur tua. Nun di kedalaman sumur itu bercokol kodok. "Duhai putri jelita di atas sana," nyanyi kodok bergema kepada wanita ayu yang anguk-anguk sumur. "Tak usahlah Dinda menangis. Aku akan sanggup menolongmu. Aku sanggup membawa cupu ini melompat-lompat dinding sumur sehingga kembali menjadi mainan siang-malammu."

O, Anjani berhenti menangis. Dilongok-Iongoknya kembali sumur tua berbau aneh itu. la sedikit terhibur. Kodok yang membawa cupu melompat-lompat dinding sumur sudah lebih setengah kedalaman. Lebih-lebih setelah ia putar pandangannya dari titik sumur, tak ada saudaranya yang mengejar cupu ke titik itu. Guwarsa (kelak jadi monyet Subali) dan Guwarsi (kelak jadi monyet Sugriwa) entah memburu cupu ke mata angin yang mana.

***

Dalam dongeng Petruk, Guwarsa dan Guwarsi tidak menjelma munyuk akibat mandi di telaga Sumala. Bisa begitu karena cupu tak menjadi telaga Sumala, malah ditemukan kembali oleh Anjani tanpa sepengetahuan Guwarsa-Guwarsi.

Suatu malam, di kamarnya, Anjani mengeluarkan cupunya. Pelan-pelan takut ada yang mengintip. Cupu seperti biasa menunjukkan khasiatnya, yaitu bisa menampakkan apa yang sudah, sedang, dan akan terjadi di alam semesta.

Anjani jadi tahu, pekan lalu ada pria Kolombia yang mengubah diri menjadi bertampang iblis. Dia sampai membuat tanduk impian dan menato kedua putih bola matanya berwarna hitam. Anjani yang cerdas senyum-senyum kegelian melihat pemandangan di dalam cupunya. “Sejak kapan manusia yakin bahwa bentuk iblis semengerikan itu?“ tanyanya dalam hati. “Bukankah gambaran angker itu cuma rekaan para pembuat komik? Kan di kitab-kitab suci tak ada gambaran rinci bahwa iblis bentuknya seram begitu. Malah iblis digambarkan sangat berbahaya ketika sudah berwujud manusia...“

Hmmmm...

Cupu lalu menampakkan banyak wujud manusia dari berbagai belahan bumi. Dalam cupu itu juga terdapat jawaban mengapa masuknya mantan kepala staf Kantor Transisi Jokowi-JK sebagai salah satu calon menteri (atau sudah jadi menteri, tak jelas gambarnya dalam cupu itu) menuai kritik dari banyak kalangan.

Pintu kamar Anjani terdengar ada yang mengetuk. Anjani kaget. Cupu Manik Astagina segera ia sembunyikan. Ketika dibukanya pintu, ternyata bukan Guwarsa-Guwarsi. la kodok dari sumur tua saat purnama yang lalu, yang mengetuk-ngetuk daun pintu dengan moncongnya.

“Duhai putri jelita, aku datang mau menagih janji,” senandungnya tanpa basa-basi. “Kamu janji bersedia kunikahi bila dapat kuserahkan cupu dari dasar sumur kepadamu, duhai putri jelitaku...”

Anjanji hampir pingsan!

***

“Anak-anak, akhir dari dongengku menurut kalian harus seperti apa ya?” Petruk "mendemokrasikan" ahir dongengnya ke anak kembar yang ditinggal orang tuanya kerja... kerja... kerja...

Kakak si kembar, “Seperti aslinya cerita Pangeran Kodok saja. Putri cantik itu marah. Kodok dia banting. Pas dibanting, kodoknya berubah jadi pangeran...”

Adik si kembar, “Dewi Anjani bertapa nyantuka, bertapa jadi kodok di istana wapres, tapi sebelumnya ia memboyong kodok itu ke istana presiden...”


SUJIWO TEJO tinggal di www.sujiwotejo.com / www.sudjiwotedjo.com / twitter@sudjiwotedjo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan bijak