14 Desember 2014

Keponakan dari India

Oleh SUJIWO TEJO

Keponakan dari India - Wayan Durangpo
TUHAN Mahaasyik. Akhir bulan lalu sampai awal bulan ini Petruk dianugerahi kesempatan ngamen mendalang di India, negeri asalnya Mahabharata. Mungkin kamsud-nya supaya tak cuma negeri Shahrukh Khan itu saja yang membombardir kita dengan Mahabharata dan Ramayana via televisi. Gantian seperti arisan ibu-ibu. Kita yang ke sana. Tentu ini juga berkat doa segenap pembaca Jawa Pos yang budiman.

Matur nuwun.

***

"Are you dalang?" tanya seorang petugas di Bandara Indira Gandhi pas melihat Petruk dan rombongan menenteng wayang. Petruk mesam-mesem mengangguk. "Oh, good..." lanjut orang India itu, "I like keponakan."

Hah? Petruk kaget. "Who? Siapa keponakan you di Indonesia? You punya keponakan di negeri kami?"

"No. They are wayang, clown…"

"Oh, maksudmu badut, pelawak. Itu bukan keponakan. Itu ponokawan, Cuuuuuuk!"

Rombongan kepingkel-pingkel. Petruk dan orang India itu pun terpingkal-pingkal. Tetapi pada beberapa kali Petruk ngamen di New Delhi dan kota-kota lain, keponakan, eh, ponokawan memang punya tempat khusus di hati penonton. Mungkin karena badut-badut yang woles menghadapi berbagai masalah itu tak ada dalam Ramayana Walmiki maupun Mahabharata Wiyasa. Wayang India terlalu ciyuuuusss... terlalu serius.

***

Sebelum ke Bandara Soekarno-Hatta menuju India, subuh itu ndilalah Petruk mampir ke kediaman Mas Anies Baswedan di kawasan Lebak Bulus. Dari obrolan ngalor-ngidul dengan Mendikbud ini lalu timbul ide dalam diri Petruk. Di India nanti ia ingin mementaskan lakon tentang kurikulum pendidikan saja. Misalnya, apa rahasia kurikulum Nyi Sagopi sehingga anak-anak didiknya kelak jadi orang semua.

Di Dusun Wldara Kandang istri Demang Antagopa itu mampu mendidik Udawa sehingga kelak menjadi patih di Kerajaan Dwarawati, kerajaannya Kresna. Jangan lupa, Kresna sendiri yang masa kanaknya bernama Narayana juga digembleng oleh Nyi Sagopi. Bersama Narayana ada juga Kakrasana dan Raraireng. Semuanya diasuh dan disemai oleh Nyi Sagopi. Buahnya? Kakrasana kelak menjadi Baladewa, raja di Mandura, dan Raraireng menjadi Subadra, istri Arjuna yang paling dicintai dan melahirkan pahlawan muda: Abimanyu.

Apa sih resep rahasia Kurikulum Nyi Sagopi? Apa bedanya dengan Kurikulum Nuh? Apa pula itu Kurikulum 2006 bila Kurikulum Nuh tahun 2013 akan dikembalikan ke khittah Kurikulum 2006?

"Halah-halah, Mas Petruk, apa orang India nanti ya mudeng to soal cek-cok kurikulum itu? Itu kan Cuma meriah di Tanah Air seperti soal PSSI mau dibekukan atau dijemur seperti iwak gereh," kata pesinden.

Pemain kendang mendukung pesinden. Soal perbedaan "Perahu Nuh" dan "Perahu Anies" itu cuma persoalan lokal di Tanah Air. Belum mendunia seperti gamelan. "Lagi pula, Mas Petruk, anak-cucu Hema Malini di sana tak akan ngerti apa itu Perahu Nuh tatkala laut pasang dan akan menenggelamkan manusia, anak-anak beserta seluruh ternak...," katanya.

Pemain bonang, orang yang paling tinggi sekolahnya di antara seluruh pengrawit, panjang lebar mengingatkan Petruk.

"Nyi Sagopi itu latar belakangnya penari kan, Mas Petruk? Dia penari di Kraton Mandura. Bisa saja resepnya nggulawenthah murid-muridnya didasarkan pada kaidah tari... Pelajaran ekonomi, politik, pertahanan, hukum, dan lain-lain semua didasarkan pada kaidah-kaidah seni olah gerak tubuh dan batin... Bagaimana seluruh gerak di berbagai bidang kehidupan itu tetap lembut walau energik, terus bergerak, bergerak, dan berubah, tapi senantiasa harmonis... Nah, padahal India itu gudangnya tari... hayo?"

Pemain peking nyamber, "Kalau soal 'Perahu Nuh' dan 'Perahu Anies' ini digelar, abis pergelaran nanti Mas Petruk malah repot ditanya-tanya orang India, itu Perahu Nuh apa Kapal Nuh..."

"Halah, ya endak to, Mas Peking," kali ini pesinden membela Petruk, "Itu kan kalau orang-orang India mengikuti debat soal apakah yang ditenggelamkan aparat laut Indonesia itu kapal pencuri ikan atau cuma perahu pencuri ikan..."

"Mana sempat mereka ngikuti berita pencurian ikan di Nusantara," sambung pemain bonang. "Negeri 1 miliar lebih penduduk itu kan sedang sibuk mengurus program satu rumah satu toilet... Orang masih BAB di mana-mana..."

Hmmm... Tapi baiklah. Manusia punya rencana. Ruhut Sitompul yang menentukan. Rencana tinggal rencana. Akhirnya lakon tentang Nyi Sagopi urung dipentaskan.

***

Setiba di Bandara Indira Gandhi, ujuk-ujuk muncul lagi keinginan Petruk untuk mementaskan Nyi Sagopi. Tidak tentang kurikulumnya tapi soal bagaimana pembantu rumah tangga seperti Nyi Sagopi dimuliakan. Dia memang penari kraton. Tapi itu dulu. Masa tuanya menjadi pembantu. Itu pun sangat dijunjung tinggi oleh Raja Madura Prabu Basudewa.

Petruk membatin, masalah penganiayaan pembantu lebih mendunia seperti gamelan ketimbang masalah kurikulum. Di Hongkong, di Medan, dan di mana-mana kini sedang ribut masalah tindakan tak semena-mena pada pembantu rumah tangga.

"Kalau ini saya pentaskan di India, pasti orang-orang di sana juga paham," batin Petruk. "Bayangkan, kelas pembantu rumah tangga seperti Nyi Sagopi diberi kepercayaan penuh oleh Raja Basudewa untuk mengasuh anak-cucu kerajaan Mandura... Di tempat yang otonom pula, yaitu dusun terpencil Widara Kandang...."

Lagi-lagi pemain bonang yang paling intelektual kembali mengingatkan Petruk. Katanya, belum tentu orang India mudeng soal pembantu. "Orang Indonesia di sini, di antara 1.2 miliar penduduk India, Cuma tak lebih dari 200 orang... Mereka kayaknya juga tak ada yang jadi pembantu. Mereka kebanyakan mahasiswa. Saya barusan ketemu mahasiswa asal Lamongan. Kuliahnya dekat Taj Mahal..."

Keponakan, eh, ponokawan Petruk kembali sadar. Ia tidak sedang mengamen di Arab Saudi maupun Malaysia. Hmmm yok opo yo?

***

Tapi Petruk masih keukeuh akan melakonkan Nyi Sagopi. Soal diskriminasi laki-perempuannya. Menurutnya, problem perbedaan pria-wanita di Indonesia juga aktual di India. Di sana bahkan perempuan hamil takut memeriksa dengan USG tentang jenis kelamin janinnya. Karena kalau sudah ketahuan perempuan, gawat. Bayi perempuan kurang dianggap. Bayi laki-laki lebih diutamakan.

"Lihat, sebagai wong wadon, Nyi Sagopi tidak minta pengurangan jam kerja sebagai guru. Sebabe opo? Sebab suaminya, Demang Antagopa, juga tahu diri. Di rumahnya, lelaki ini juga mbantu-mbantu Nyi Sagopi mberesi pekerjaan rumah tangga. Jadi, Nyi Sagopi ndak perlu minta pengurangan jam kerja. Perempuan tangguh ini tidak menuntut emansipasi tapi sambil merengek minta banyak dispensasi di sana-sini... Emansipasi ya emansipasi. Ndak ada dispensasi-dispensasian... !!!”

"Huuuuuu...," seru rombongan. "Lha wong 'keponakan' kok ciyuuuuus banget hidupnya, Cuuuk... Cuk..."


SUJIWO TEJO, tinggal di www.sujiwotejo.com / www.sudjiwotedjo.com / twitter @sudjiwotedjo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan bijak