28 Desember 2014

Judi sang Pengemis

Oleh SUJIWO TEJO

Judi sang Pengemis - Wayang Durangpo
Tak ada jeleknya punya nilai matematika tinggi seperti Gareng. Sejak SD sampai SMA terus "A+++..." Dulu banyak yang mengolok-olok dia. Sulung Ponokawan ini, kata mereka, hatinya garing. Sesuai nama lengkapnya: Nala Gareng, hati yang gersang.

Yo, pantes matematikanya apik banget, Diiik Diiik. Wong ndak punya perasaan. Semua hal dihitung. Hari dihitung. Nasib dihitung. Pacaran pun pakai perhitungan. Tapi kemudian terbukti, berkat matematika kelak Gareng jadi orang terkaya dibanding sejawatnya se-almamater. Bahkan dibanding seluruh penduduk di negerinya.

"Gareng bisa hidup mukti wibowo seperti sekarang ini, ya, dari judi," kata ponokawan Togok ke Mbilung, asistennya.

"Lho, katamu anak Semar itu kaya rayanya dari matematika?"

"Iya, Lung. Maksudku matematika yang dia praktikkan untuk perjudian. Pakai teori-teori. Statistik mangsuk juga di situ," jelas Togog. "Gareng main judinya ndak licik kayak Sengkuni. Sengkuni pakai akal bulus. Gareng pakai akal matematika. Dengan akal bulus, Mahapatih Hastinapura itu membikin Pandawa kalah. Karena itu Pandawa dibuang ke hutan Kamyaka 12 tahun lamanya. Gareng lain. Dengan akal matematika misalnya teori-teori statistik, Gareng menunjukkan kelasnya. Dari situ dia sanggup mengalkulasi secara cermat dan ilmiah kartu-kartu yang akan keluar. Dari situ dia sanggup menaksir secara ilmu pengetahuan angka-angka dadu yang kemungkinan bakal mlumah."

"Hah? Hanya dengan matematamu, Gog...!”

"Hush! Muatamu juga, Lung. Matematika.. !!!”

"Iya, matematika. Hanya dengan muatamu-tika Gareng bisa terus-terusan menang judi, Gog?"

"Hmm..." Togog mengelus dada. "Sing sabar... Tapi, Lung, matematika jangan lagi kamu sebut 'hanya'. Matematika itu bukan hitung-hitungan seperti cemoohan teman-teman Gareng tempo dulu. Itu ilmu berhitung. Zamanku dulu disebut aljabar. Matematika ndak gitu. Matematika itu, kalau kurikulumnya bener, sesungguhnya adalah ilmu tentang cara meramal secara ilmiah kemungkinan-kemungkinan yang akan muncul di masa mendatang. Matematika semacam kawah candra di muka bagi kesaktian manusia. Yang digembleng pada manusia oleh matematika adalah kesaktian membaca pola dari sesuatu yang semula tampak tak terpola, dari sesuatu yang oleh awam tampak acak..."

"Wah, abot, aku ora mudeng.... Gog."

"Hohoho... Gini, lho, Lung... Misalnya kemacetan di Surabaya... Bagi kita ndak karu-karuan, kan? Acak? Random? Nah, tapi, bagi orang matematika seperti Gareng, kemacetan di Sukolilo, Menanggal, Kembang Jepun, Walikota Mustadjab, dan lain-lain itu bisa dibuat polanya..."

"Wah, isih abot, aku tambah ngelu, Gog..."

“Hohohoho... Gini, lho, Lung. Misalnya dadu kocokan pertama kasih angka 5. Kocokan berikutnya kasih angka 6, kocokan berikutnya 5, lalu 3, terus 5 lagi, lalu 6 lagi dan seterusnya... Bagi orang awam urutan bilangan-bilangan ini tampak tak terpola. Tapi ahli matematika kayak Gareng bisa membuatnya menjadi punya pola. Dari pola itu Gareng bisa lebih jitu menebak angka-angka yang bakal timbul."

"Waduh! Bandar-bandar bangkrut.. Gog?"

"Bandar-bandar kukut, Lung. Betul! Mafia-mafia judi di Macao, Malaysia, Singapura, Las Vegas, dan di mana-mana gulung tikar. Sejak itu Gareng dilarang main judi di penjuru mana pun di seluruh dunia. Sekuriti perjudian seluruh pojok ndonya sudah menandai Gareng, baik judi darat maupun online."

***

Pengenaan daftar hitam terhadap Gareng telat. Gareng sudah telanjur mukti wibowo jadi milyuner. Ia beli sebuah pulau indah yang bunga-bunganya mekar tak kenal musim, seperti durian di Medan yang tak kenal musim di seputar Danau Toba. Nusa indah berbunga tersebut bisa dicapai dari suatu kota kecil dengan feri. Hampir semua feri tujuannya ke situ, membawa orang-orang dengan tujuan tunggal pula: menonton wayang orang spektakuler milik Gareng.

Ya, nun di sana Gareng memang membangun sesuatu yang MURI dan Jaya Suprana pasti bingung mau memasukkannya dalam rekor apa, saking luar biasanya wahana di nusa berbunga tersebut. Di situ pertunjukan wayang orang menjadi megah, menjadi menggemparkan. Panggungnya bisa naik dan turun secara hidrolis. Tata cahaya dan tata suaramu canggih serta teknologi multimedia yang didukung anak-anak muda berbakat. Ini yang membuat wayang orang milik Gareng digandrungi banyak manusia.

Penerbangan dari berbagai kota jadi ramai ke kota kecil tersebut dan dengan tujuan penumpang yang hampir dipastikan sami mawon: Melanjutkan penyeberangan dengan feri dan menonton Gatutkaca benar-benar tampak terbang, menonton Antareja benar-benar tampak ambles bumi, dan menonton Antasena benar-benar tampak ngambah atau berjalan di atas samudra bagai para wali.

"Selamat malam hadirin sekalian," sapa pemeran tokoh Sengkuni kepada 10.000-an penonton lakon Pandawa Dadu malam itu. la seperti betul-betul tiduran di atas awan. "Sekarang tepat ulang tahun ke-10 wahana wayang orang yang hadirin padati ini. Sengaja tidak diumumkan besar-besaran melalui biro-biro perjalanan. Cukuplah hadirin saja yang secara kejutan mengetahui kabar penting tersebut saat ini."

Laki-laki bersuara dicempreng-cemprengkan itu melanjutkan sambutannya dalam kostum dan tata rias wajah Sengkuni. "Saya ini sohibnya Pak Gareng dulu waktu SD. Saya dulu suka ngenyek beliau. Pantes dia itu itung-itungannya jago banget, wong nilai pelajaran keseniannya rendah. Inilah ciri khas orang yang hidupnya ndak pakai hati. Semua dihitung. Gareng tuh sepuluh tahun belajar tari remo ndak bagus-bagus, karena ndak ada perasaan. Semua dia hitung, kapan kepala pacak gulu, kapan kaki mendak, kapan mengibaskan sampur... Dihitung... jih roh luh pat moh nem pi tuh... Remonya tepat dan benar, tapi ndak bagus... Kaku. Garing. Ternyata, wolak-walik-ing zaman, dunia kesenian, khususnya wayang orang, berhutang budi pada Pak Gareng... Aplaus untuk beliau...”

Prokk prok prok.....Proooook.....

***

Mbilung berbisik pada sebelahnya, "Di negeri di atas awan itu kayaknya bukan pemeran Sengkuni biasanya ya...? Orang baru, Gog?"

Togog menanggapinya dengan bisikan pula. "Kalau dari sosok dan suara aslinya, yang sekali-sekali nyeplos di antara suaranya yang dicemprengkan, dia kelihatannya raja judi di negaramu. Betul, Lung? Mungkin bintang tamu untuk pementasan ultah..."

Di ambang Tahun Kambing Kayu ini Mbilung belum menjawab Togog ketika hipnotis yang bekerja padanya dan pada Togog rampung. Tak ada lagi dunia khayal. Sekarang yang tampak nyata adalah sosok kere Gareng, dengan tangan kanannya bermangkuk receh menadah pada Togog dan Mbilung. la mengemis.

"Tadi saya sudah menghibur Tuan-tuan dengan dongeng dan hipnotis... Sekarang gantian hiburlah saya dengan money... money... money...."


SUJIWO TEJO tinggal di www.sujiwotejo.com / www.sudjiwotedjo.com / twitter @sudjiwotedjo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan bijak