Oleh SUJIWO TEJO
Pohon beringin di belakang rumah Bagong kini bermasalah. Akarnya sudah mulai retak-retak. Tapi woles. Sengkuni punya saran. Tokoh yang dikenal sakti dan banyak akalnya ini bilang, satu-satunya cara adalah membawa sang pohon ke Bali. Di Bali konon ada satu pemangku adat yang pintarnya ndak baen-baen. la sanggup mereparasi berbagai pohon yang sedang sakit.
Dulu pernah ada beringin dari Makassar dan Aceh yang sembuh di tangannya walau berbagai pakar setanah air sudah angkat tangan. Beringin yang lumrahnya berdaun tunggal dengan tangkai pendek itu tak lagi berdaun tunggal. Bunga warna hijaunya yang menyembul dari ketiak daun pun bukan bunga tunggal lagi seperti adatnya pohon beringin. Empu dari Bali itu, dengan sekali usapan, mampu membuat beringin sembuh. Daun dan buahnya kembali tunggal.
Sayang sekali, usia beliau kini terlalu sepuh untuk repot-repot pergi dari Bali. Memang, kemenangan timnas atas Laos di Stadion Hang Day sempat membuatnya lumayan segar. Apalagi skornya 5-1. Itu pun hanya dengan 10 pemain. Tapi kenyataan bahwa angka tersebut tetap saja tak mampu membuat Indonesia lolos ke semifinal Piala AFF, kembali membuat Pak Dukun lemah untuk pergi-pergi.
***
Sebelum akarnya retak-retak, beringin di belakang rumah Bagong sudah mengirim pertanda buruk. Saban malam Jumat Kliwon warga di Dukuh Pucang Sewu mendengar ada suara tangisan dari tajuknya. "Akar dan daunku sekarang sudah tak ada gunanya lagi untuk mengatasi pilek dan rematik penduduk. Disentri pada anak-anak juga tak mampu kami sembuhkan lagi," begitu lamat-lamat suara tajuk beringin di antara tangisan.
Asap menyertai suara yang penuh rintihan itu. Menyembul dari sela-sela daun di seluruh tajuk. Kemelutnya seperti berasal dari ribuan dupa oleh seseorang yang sakit hati lantaran cintanya ditampik oleh kembang desa.
Orang-orang Pucang Sewu mulai gelisah. Terutama mereka yang sangat yakin bahwa suara itu betul-betul berasal dari tajuk beringin, bukan dari Bagong yang iseng bersembunyi di dalam tajuknya. Dulu mereka rela bercokol pohon yang banyak hantunya di kawasannya. Tak apa memproduksi hantu bila selain itu ada manfaatnya buat kesehatan. Tapi sekarang?
Tetangga Bagong dengan penuh emosi bilang, "Kalau sudah tidak ada gunagunanya lagi, mending beringin tua ini dibikin tumbang saja, Pak Bagong. Percuma nanti kalau amandel saya radang, sudah tidak bisa lagi saya memakai akar dan daunnya buat obat. Pohon ini sudah tak punya maslahat apa-apa lagi buat masyarakat sini," ujarnya.
Bila malam tiba, tetangga itu mengendap-endap menyiramkan minyak tanah campur terasi ke tanah di bawah beringin. Ini biasanya cara ampuh dan diam-diam yang ditempuh oleh orang-orang kalau pemandangan depan rumahnya terganggu oleh suatu pohon. Mau menebang terang-terangan tak boleh, karena pohon tersebut ditanam dalam suatu program resmi penghijauan.
Ternyata tak selamanya cara tersebut manjur. Keinginan menyiramkan minyak plus terasi dicampur cabe, hanya tinggal keinginan. Harga cabe kini melambung. Tak satu pun warga yang setuju saweran untuk membeli pemedas itu.
***
Ya, beringin tak mati-mati. la tetap tegak walau akar-akarnya mulai tak beres. Seseorang dari Tanjung Akbar didatangkan untuk mengutuhkan kembali akar-akar tersebut. Sayang ia angkat tangan walau tak setuju beringin dibawa ke Bali.
Tapi beringin tetap dike-Bali-kan.
Dalam perjalanan menuju timur Pulau Jawa itu, di atas pengangkut raksasa yang jauh lebih besar dari tronton, sang beringin tak cuma menangis dan merintih. Ia pun bercerita. Masyarakat sepanjang jalan yang dilaluinya kebagian penggal-penggal ceritanya. Tapi sopir dan kenek truk itu, laki dan perempuan yang kebetulan juga sedang pacaran, mendengarnya utuh dari rumah Bagong sampai ke Bali.
Beringin itu bertutur tentang Bharatayuda yang tak kunjung rampung. Usai gugurnya orang nomor satu Kurawa, Prabu Duryudana, perang masih terus berlangsung. Arjuna diminta oleh kakeknya, Abiyasa, untuk melakukan Aswamedha Yagya. Ini upacara mengikuti kuda yang dilepas, dan menguasai setiap kawasan yang dilalui oleh kuda tersebut. Bila warga yang dilaluinya tak menyatakan tunduk pada Arjuna, maka Arjuna wajib memeranginya.
Semua yang dilalui kuda tunduk tanpa perlawanan, kecuali kawasan hunian pasukan Sindu yang selamat dari Bharatayuda di Kuni Setra. Ini kesempatan bagi mereka untuk membalas dendam kepada Arjuna atas kematian Raden Jayadrata. Dialah raja mereka yang di hari ke-13 Bharatayuda berhasil memimpin pengeroyokan terhadap Abimanyu hingga tewas.
Ksatria yang berasal dari bungkus bayi Bima ini gugur oleh Arjuna di hari ke-14 atas bantuan Kresna. Kresna menghalangi matahari dengan senjata Cakranya sehingga hari bagaikan malam, Jayadrata keluar dari persembunyiannya karena perang hanya boleh berlangsung siang hari. Pikirnya, tak akan ada yang memburunya walau ia berlaku curang saat memimpin pengeroyokan terhadap anak Arjuna, Abimanyu. Saat itulah Cakra bergeser. Matahari seketika muncul. Dan Arjuna yang masih kelimpungan atas kematian Abimanyu memanah Jayadrata
Itulah yang membuat orang-orang Sindu ingin melampiaskan dendamnya. Kebetulan sekarang Arjuna hanya seorang diri. Dalam Aswamedha Yagya Bima diminta oleh Abiyasa menjaga keraton, Nakula dan Sadewa diminta among tamu-tamu kerajaan. Yudhistira diminta berdoa.
Toh Arjuna tetap tak terkalahkan walau cuma seorang diri. Menjelang seluruh warga Sindu binasa, keluarlah Dursilawati. Seorang perempuan yang ayu.
***
“Enak betul jadi Arjuna, ke mana-mana berjumpa orang cantik," kata sopir truk raksasa pembawa beringin.
"Huh! Dasar! Kamu pengin jadi kayak Arjuna ya," perempuan kenek truk yang sekaligus pacarnya menggerutu dan merajuk.
Ternyata, menurut beringin tua yang mereka angkut, Dursilawati tidak muncul untuk cinta-cintaan walau dulu ia mencintai Arjuna. Adik Prabu Duryudana yang sekaligus janda Raden Jayadrata itu muncul hanya untuk memohon keselamatan bagi seluruh prajurit Sindu yang masih hidup.
“Bila Raden bersedia mengampuni para prajurit Sindu, saya berjanji anak-anak saya Kartiwindu dan Antisura akan mengabdi pada Parikesit saat cucu Raden itu memimpin kerajaan Astina," kata Dursilawati.
Ah, sopir truk pengangkut beringin itu jadi teringat cerita dari ayahnya. Kepada kekasih yang juga keneknya ia berbisik, "Kartiwindu dan Antisura inilah yang kelak akan merongrong kepemimpinan Parikesit. Antisura merusak dari dalam. Kartiwindu merusak Astina dari luar... Kartiwindu itu didirikan Sengkuni..."
“Jadi mereka yang merusak beringin dari luar dan dalam?" tanya pacarnya.
SUJIWO TEJO tinggal di www.sujiwotejo.com / www.sudjiwotedjo.com / twitter @sudjiwotedjo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan bijak