19 Juli 2015

Puisi-Puisi Sitok Srengenge

Manifestasi

Cinta adalah kata yang bersikeras mewakilimu
agar aku bisa menamai dan menyebutmu

Kicau merdu tanpa burung
desah perdu di lereng gunung
memantul di langit yang rindu lautan
berjatuhan sebagai peluh hujan

Cinta adalah gerak bermiliar molekul yang bersekutu
mewujudkan dirimu agar aku bisa mengenalimu

Riap anak rambut, kerjap pelupuk
syaraf yang berdenyut, tubuh yang menggeliat lentuk
Mata yang bagai mutiara menyimpan kilau palung lautan
menimangku seperti buih, mengubah hatiku jadi buah
sampai jatuh ke dalam geloranya yang basah

Cinta adalah ruh yang tulus menghuni tubuh
agar aku bisa menyentuhmu

Getar magnet yang merambat di kulit
seperti tangan langit merabai wajah lautan
di mana aku mengapung bagai rerepih
atau puting beliung yang mengguncang jantung hutan
di mana aku lumpuh usai meluruhkan benih

Kadang cinta menampakkan diri sebagai hijau daun
gairah yang mengalun di hamparan ladang jagung
layar perahu para petualang yang tak menemu arah pulang
kepak sayap gaib malaikat yang menyebabkan siang dan malam

Jadilah kau siang hari
karena malam adalah ibuku yang mengurai diri
demi bisa menemaniku tidur tanpa menjadikanku Oedipus
agar tak ada peniti emas menakik mata air darah di mataku

Cinta adalah hasrat suara yang meronta di mulut kelu si gagu
seperti gerak naluri yang membimbingku kepadamu

Gaung genta yang didentur angin bukit laung azan tanpa muazin
dendang tembang tanpa biduan, lenguh setubuh tanpa kelamin
lirih memanggilmu tanpa kautahu siapa yang bertalkin
nafasnya segemerisik gaun peri di ranting kemuning
menggeriapkan bulu-bulu tengkukmu
seperti ketika kau bercumbu

Melalui kau aku bisa melihat cinta
mungil dan anggun seperti kedasih
ungu serupa kelopak selasih
tanpa aroma seperti tubuh orang suci
penuh damba seperti doa untuk orang mati

Kadang cinta ngembara dengan gaun berumbai seperti angin
mengusap semua benda untuk menemu mata paling bening
mata menjadi suar yang memberi cinta wujud tak asing
menyihir seluruh pandangan hingga tak ingin berpaling

Kini kau bisa menyebutku dan aku menyebutmu
setelah kata, yang semula menandai Dia,
merujuk ke kita: molekul-molekul yang bersenyawa
menyatakan cinta
2013


Sajak Suwung

Tak ada apa-apa di sini, di dalam sajak ini
Tak terbentang pantai landai, rindang pohonan,
di mana kau bebas berbaringan menyadari diri
kerdil dan rentan di tengah keluasan

Tak terlihat lumba-lumba jumpalitan di lambung teluk
tak juga bianglala melenting lentuk ketika kau terpuruk
Tak tampak kerjap lampu kapal di batas pandang
atau rasi bintang kematian di langit kesadaran

Tak terdengar seseorang mendendangkan gita asmara
tak juga sekecap puji tentang dirimu yang layak dikasihi
Tak terjadi bincang perihal cinta teramat berharga
yang mustahil dibeli meski tak muskil dimiliki

Tak terhampar tanah di tepi hutan, berundak ke lembah
Tak hadir seseorang di sisimu yang sedia jadi mempelai
dan seorang lagi buah hati, maka tak sepetak rumah
bisa kaubangun dari reruntuk angan dan andai

Tak teraba tali gaib yang mengikatmu dengan mereka
begitu kukuh sehingga dilanda lindu pun tak rubuh
Tak secupang cumbuan di atas seprei berbunga
pun tak terendus ruap peluh usai setubuh

Tak ada sedu-sedan, tak juga gelak tawa kebahagiaan
samp ai menyerah pada diam. Tak terjadi kengerian
seperti ketika jantungmu kehabisan debar di antara
rahang serigala dan tanganmu gemetar tak berdaya

Tak terhidu harum tanah sehabis hujan atau semerbak
bunga yang ditebar angin selatan. Tak seekor prenjak
pun berkeciap di dahan flamboyan, menandakan
tak seorang handaitaulan akan bertandang

Tak ada apa-apa di dalam sajak ini. Bahkan
fantasi kedamaian di mana pikiran terasa lengang
dan hidupmu mendadak ringan pun takterbersit,
barangkali lantaran tak terpilah manis dan pahit

Tak kautemukan seorang yang setia menunggu ketika
kau gentar merayap di sebentang titian yang melintang
di atas jurang, tak ada yang peduli kau selamat tiba
di seberang atau terpelanting jatuh dan lumat di batuan

Tak ada. Tak ada yang kekal dalam kenangan, tak ada
yang patut ditakutkan. Rengkuhlah maut ke dekapan
dan jika kau akui ia ada, kau bebas dari segala
kau lepas ke tak ada
2013


SITOK SRENGENGE, penyair yang juga menulis novel dan esai. Bukunya, antara lain; On Nothing, TriPitaKala (trilogi puisi), Menggarami Burung Terbang (novel), Cinta di Negeri Seribu Satu Tiran Kecil (esai). Ia tinggal di Yogyakarta, mengelola Serithong Seni Srengenge dan Penerbit KataKita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan bijak